Bagaimana Sebenarnya Cara Merancang “Experience”?

Adityo Pratomo
Labtek Indie
Published in
2 min readNov 20, 2020

--

Photo by Bonneval Sebastien on Unsplash

Setelah berkecimpung dalam dunia UX selama nyaris 10 tahun ini, saya semakin yakin bahwa merancang “experience” dalam UX, adalah merancang sebuah alur kegiatan yang bertujuan untuk mencapai sesuatu (goal-based activity). Di awal, proses untuk memahami ini ternyata cukup sulit untuk digapai, dan kebiasaan menyebutkan UI/UX dalam 1 kata, juga tidak membantu, karena keduanya bisa mencakup domain yang berbeda. UI bisa dilihat, ada hal tangible yang bisa dirasakan, sehingga proses perancangannya bisa lebih mudah dibayangkan dan dilakukan.

Lalu bagaimana dengan UX? Apa sebenarnya yang dirancang dan didesain oleh seorang UX desainer? Apa yang sebenarnya dilakukan saat merancang sebuah “experience”?

Secara singkat, bisa saya tulis bahwa merancang pengalaman bisa dibilang sebagai upaya kita untuk mendesain alur perjalanan yang akan ditempuh oleh seorang pengguna produk, dalam rangka mencapai tujuan yang ia cari. Memang terasa abstrak, tapi menurut saya, ini adalah langkah fundamental yang harus ditempuh dalam perancangan sebuah produk.

Secara konkrit, proses ini bisa dilakukan dengan merancang artifak-artifak UX seperti berikut:

  • User Journey: dokumen yang menggambarkan secara high level langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan oleh seorang pengguna saat melakukan sebuah task. Contoh User Journey bisa dilihat di artikel dari NN Group ini
  • User Flow: dokumen yang menggambarkan dengan lebih detail apa saja yang dilakukan oleh seorang pengguna di dalam produk, dalam rangka mencapai tujuannya.
Contoh User Flow Diagram Sederhana
  • Wireframe atau prototype: representasi dari produk yang tangible, yang bisa digunakan calon pengguna untuk merasakan produk dan melihat apakah ia bisa digunakan untuk melakukan task yang ia inginkan.

Dan tentu saja, dalam rangka mencapai artifak-artifak tersebut, kita pun perlu memahami siapa pengguna produk dan apa yang ia butuhkan di hidupnya. Tentu ini bisa ditempuh dengan melakukan riset pengguna dengan tepat, jika tidak, kita akan kembali terjebak dalam membuat produk untuk diri kita sendiri.

Dengan demikian, ketika kita merancang UX, kita tidak hanya memikirkan aspek estetika visual yang tercakup di dalam UI, namun kita perlu memikirkan hal yang lebih fundamental, yang menjadi fondasi keberadaan produk itu, seperti:

  • Siapa pengguna produk kita?
  • Apakah produk ini bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seorang pengguna?
  • Langkah-langkah apa sajakah yang harus ia tempuh dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut?
  • Berapa langkah yang harus ia tempuh?
  • Berapa lama waktu yang harus ia alokasikan?

Poin-poin tersebut perlu dikomunikasikan baik secara naratif, maupun secara visual, lewat prototype.

Selamat merancang UX!

--

--

Adityo Pratomo
Labtek Indie

Currently working as product manager for cloud infra product. Cyclist + Gamer + Metalhead. Also, proud dad and husband.